ALUMNI ZENDING ISLAM -- Bertarung secara bebas, segala ilmu bela diri yang dikuasai boleh dikerahkan. Tegang dan mencekam, demikian pertarungan para pendekar dalam ajang 'Pencak Dor' di Lapangan Aula Muktamar Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kota Kediri, Sabtu (21/4/2018) malam.
Seni bela diri gaya bebas ini sangat digemari oleh masyakarat di Kediri. Setiap kali pertandingan ini digelar, ratusan hingga ribuan penonton hadir memadati arena menyaksikan para pendekar bertarung.
Pendekar dari berbagai daerah bertarung, pertarungan itu hanya di atas ring, sebab ketika kembali menginjak tanah mereka adalah kawan. Pertandingan Pencak Dor ini dalam rangka Haul dan Haflah Akhirussanah Ponpes Lirboyo.
Pencak Dor mulai terkenal di era 1960-an dan dikembangkan oleh KH Maksum Djauhari atau yang lebih akrab di sapa Gus Maksum, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Hingga akhirnya pencak dor berkembang di wilayah Karesidenan Kediri, Jawa Timur. Bahkan di beberapa pesantren memiliki pendekar Pencak Dor, rata-rata mereka adalah pendekar dari Pagar Nusa Gasmi dan perguruan lainnya salah satunya Porsigal.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Nabil Haroen mengatakan, pencak Dor adalah media silaturahim antar pendekar.
Dalam slogannya, Pencak Dor selalu mengingatkan bahwa di atas lawan, di bawah kawan. Ini adalah satu wujud sportivitas yang tinggi.
"Slogan itu tidak hanya terpampang atau terucap, namun dengan sungguh-sungguh dilaksanakan. Pencak Dor merupakan wahana bagi para pendekar untuk mengasah kemampuan dan menguji mental bertarungnya," jelas Gus Nabil.
Mental bertanding menjadi kekuatan penting bagi seorang pendekar. Apalagi media Pencak Dor bukan media bertanding biasa, karena aturan mainnya cenderung bebas, dan tidak setiap pendekar berani naik di atas ring.
Setiap pendekar tidak boleh memakai alat pelindung atau body protector yang mumpuni. Tetapi sangat sederhana, yaitu hanya memakai pelindung gigi saja.
Sehingga, bagi pendekar yang belum memiliki kebiasaan atau kemampuan tertentu, tidak akan nekat naik ring begitu saja.
Alumni Ponpes Lirboyo Kediri ini menambahkan, para pendekar pencak dor saat di atas ring membutuhkan konsentrasi bertanding supaya tidak mudah terpancing emosi. Apabila sudah emosi, biasanya mereka menggunakan jurus ngawur yang sia-sia dan berujung kekalahan.
"Menang-kalah, dalam pencak dor bukanlah hal yang utama. Karena pencak dor bukan untuk memperebutkan medali atau piala, namun demi memperkuat dan mempererat silaturahim antar pendekar," tandasnya.
Gus Nabil menambahkan, ada tiga hal penting untuk para pendekar. Yaitu, Pencak Silat, Shalat dan Shalawat. Seorang pendekar sesungguhnya adalah pribadi yang taat beribadah dan selalu ingat kepada Sang Pencipta.
"Pencak Dor merupakan warisan budaya yang harus dipertahankan dan terus dilestarikan. Tidak hanya menjaga warisan ulama (alm Gus Maksum Djauhari), namun juga membumikan budaya asli Indonesia," ungkapnya. (sumber)
Seni bela diri gaya bebas ini sangat digemari oleh masyakarat di Kediri. Setiap kali pertandingan ini digelar, ratusan hingga ribuan penonton hadir memadati arena menyaksikan para pendekar bertarung.
Pendekar dari berbagai daerah bertarung, pertarungan itu hanya di atas ring, sebab ketika kembali menginjak tanah mereka adalah kawan. Pertandingan Pencak Dor ini dalam rangka Haul dan Haflah Akhirussanah Ponpes Lirboyo.
Pencak Dor mulai terkenal di era 1960-an dan dikembangkan oleh KH Maksum Djauhari atau yang lebih akrab di sapa Gus Maksum, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Hingga akhirnya pencak dor berkembang di wilayah Karesidenan Kediri, Jawa Timur. Bahkan di beberapa pesantren memiliki pendekar Pencak Dor, rata-rata mereka adalah pendekar dari Pagar Nusa Gasmi dan perguruan lainnya salah satunya Porsigal.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Nabil Haroen mengatakan, pencak Dor adalah media silaturahim antar pendekar.
Dalam slogannya, Pencak Dor selalu mengingatkan bahwa di atas lawan, di bawah kawan. Ini adalah satu wujud sportivitas yang tinggi.
"Slogan itu tidak hanya terpampang atau terucap, namun dengan sungguh-sungguh dilaksanakan. Pencak Dor merupakan wahana bagi para pendekar untuk mengasah kemampuan dan menguji mental bertarungnya," jelas Gus Nabil.
Mental bertanding menjadi kekuatan penting bagi seorang pendekar. Apalagi media Pencak Dor bukan media bertanding biasa, karena aturan mainnya cenderung bebas, dan tidak setiap pendekar berani naik di atas ring.
Setiap pendekar tidak boleh memakai alat pelindung atau body protector yang mumpuni. Tetapi sangat sederhana, yaitu hanya memakai pelindung gigi saja.
Sehingga, bagi pendekar yang belum memiliki kebiasaan atau kemampuan tertentu, tidak akan nekat naik ring begitu saja.
Alumni Ponpes Lirboyo Kediri ini menambahkan, para pendekar pencak dor saat di atas ring membutuhkan konsentrasi bertanding supaya tidak mudah terpancing emosi. Apabila sudah emosi, biasanya mereka menggunakan jurus ngawur yang sia-sia dan berujung kekalahan.
"Menang-kalah, dalam pencak dor bukanlah hal yang utama. Karena pencak dor bukan untuk memperebutkan medali atau piala, namun demi memperkuat dan mempererat silaturahim antar pendekar," tandasnya.
Gus Nabil menambahkan, ada tiga hal penting untuk para pendekar. Yaitu, Pencak Silat, Shalat dan Shalawat. Seorang pendekar sesungguhnya adalah pribadi yang taat beribadah dan selalu ingat kepada Sang Pencipta.
"Pencak Dor merupakan warisan budaya yang harus dipertahankan dan terus dilestarikan. Tidak hanya menjaga warisan ulama (alm Gus Maksum Djauhari), namun juga membumikan budaya asli Indonesia," ungkapnya. (sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar